BPOM di Batam Terapkan Inovasi Sipandan untuk Percepat Pelayanan Penerbitan SKI dan SKE

Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Batam, Musthofa Anwari, SSi, Apt. (Foto: Andri Sofian, Kamis 1/8/2024)
banner 468x60

Orbit Kepri, Batam | Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Batam, Kepulauan Riau semakin berinovasi dalam pelayanannya. Untuk mempercepat penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor (SKE), BPOM di Batam kini menerapkan layanan Sigap dan Siap dalam Percepatan Layanan (Sipandan).

Kepala BPOM di Batam, Musthofa Anwari, SSi,  Apt, menerangkan bahwa melalui inovasi andalan ini, proses penerbitan SKI yang sebelumnya memakan waktu 5 jam kerja, saat ini telah dipercepat menjadi 4 jam 30 menit. Sedangkan untuk layanan penerbitan SKE, yang semula diproses selama 8 jam kerja, kini menjadi 5 jam kerja.

Bacaan Lainnya

“Percepatan layanan penerbitan SKI/SKE ini bertujuan untuk meningkatkan kepuasan masyarakat dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Kepri,” ungkapnya, Kamis (1/8/2024).

Gedung Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Batam, kawasan Nongsa, Kota Batam. (Foto: Andri Sofian, Kamis 1/8/2024)

Musthofa menyebut bahwa mengurus SKI dan SKE tidak sulit, masyarakat hanya menyiapkan dokumen kelengkapan administrasi produk seperti invoice, packing list, termasuk dokumen teknis seperti hasil uji. Meskipun produk sudah memiliki izin edar, namun hasil uji tetap diminta untuk memastikan bahwa setiap batch produk yang masuk terjamin keamanan dan mutunya.

Menurut Musthofa, Kepulauan Riau sebagai wilayah perbatasan sangat berpotensi terhadap masuknya produk-produk dari luar negeri, di antaranya adalah produk pangan dan kosmetik. Melalui BPOM, produk-produk impor tersebut harus dilakukan pengawasan pre-market (sebelum beredar) di dalam negeri. Baru selanjutnya diterbitkan izin edar yang output-nya berupa Nomor Izin Edar (NIE).

“Kami juga bertanggung jawab memastikan produk obat dan makanan yang beredar di wilayah Kepri sebagai wilayah perbatasan memenuhi standar keamanan dan mutu sesuai peraturan yang berlaku,” tegasnya.

Musthofa juga mengatakan, jika ditemui beredarnya produk-produk impor yang tidak memiliki NIE dan SKI, maka akan dikenakan sanksi sesuai peraturan Badan POM RI Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia.

“Sanksi yang dikenakan yakni berupa peringatan tertulis, penarikan produk, pemusnahan atau re-ekspor, pembekuan izin edar hingga pencabutan izin edar,” terangnya.

Setiap SKI dikenakan tarif PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) Rp50.000 untuk bahan baku dan Rp100.000 untuk produk jadi. Musthofa membeberkan bahwa pengajuan SKI sejak tahun 2021 hingga 2024 mengalami kenaikan yang signigfikan. Pada tahun 2021 telah diterbitkan sebanyak 1665 SKI, tahun 2022 sebanyak 1752 SKI, tahun 2023 sebanyak 1806 SKI dan hingga Juli 2024 sebanyak 956 SKI.

“Kisaran penerimaan negara melalui SKI ini sekitar Rp600 juta hingga Rp700 jita dan sampai triwulan 2 tahun 2024 sudah mencapai Rp400 juta,” jelasnya.

Sementara terkait produk-produk ekspor, BPOM menerbitkan SKE berdasarkan peraturan Badan POM RI Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan Makanan. SKE merupakan bentuk jaminan keamanan dan mutu produk yang akan diekspor demi menjaga nama baik Indonesia di mata internasional.

Musthofa mengatakan bahwa produk Indonesia memiliki pangsa pasar yang sangat luas di manca negara. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya negara tujuan ekspor, yakni dari 32 negara tujuan ekspor pada tahun 2023 menjadi 46 negara pada tahun 2024 ini.

“Sampai Juni tahun 2024, total ada 46 negara tujuan ekspor, di antaranya yakni Hongkong, Korea Selatan, Mesir, Belanda, Uni Emirat Arab, China, Jerman, Amerika Serikat dan Italia,” ujarnya.

Pemerintah sangat mendorong kemajuan usaha dalam negeri melalui peningkatan ekspor. Musthofa mengungkapkan bahwa ekonomi masyarakat juga meningkat melalui serapan tenaga kerja perusahaan obat dan makanan yang melakukan eksportasi. Dari survey yang dilakukan BPOM di Batam, sebanyak 7 ekportir aktif telah menyerap tenaga kerja sejumlah 2.929 orang.

“Karena ini meningkatkan daya saing bangsa, meningkatkan ekonomi negara dan masyarakat indonesia,” pungkasnya. (AS)

Editor: Andri Sofian

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *